Organisasi Modern & Indonesia 2045 – Part 3

Part-3: Taiko, Buurtzorg & Holacracy

Disclaimer: Mengandung kampanye

Sekitar 15 tahun lalu Belanda mengalami masalah mahalnya ongkos jasa medik dan home care bagi pasien rawat jalan. Pasien rawat jalan terutama orang tua banyak yang memerlukan perawatan rutin seperti injeksi hingga bebersih diri. Pada tahun 2005 ongkos rawat jalan (& home care) jangka panjang memakan 4% dari GDP Belanda.

Buurtzorg lahir dari situasi ini. Buurtzorg adalah organisasi penyedia jasa rawat jalan yang kini tumbuh hingga memiliki 14ribu perawat dan berkembang hingga 24 negara. Buurtzorg terkenal karena keberhasilannya yang revolusioner dalam memberikan jasa rawat jalan yang murah namun efisien. Tingkat kepuasan klien dan perawat yang bekerja meningkat drastis. Power terdistribusi merata didalam organisasi Buurtzorg. Individu dan tim memiliki kebebasan penuh dalam menjalankan perannya sepanjang selaras dengan tujuan besar organisasi.

Yang revolusioner dari Buurtzorg adalah model organisasinya. Ada 14 ribu perawat yang didukung hanya oleh 50 tenaga administras dan 18 trainer.

Buurtzorg tidak memiliki manager. Ribuan perawat tesebut terbagi dalam tim2 kecil, tak lebih dari 12 orang per tim. Tidak ada hierarki didalam Buurtzorg. “Purpose” dan “Role” menggantikan “Structure” dan “Job description”.

Sistem ini bernama Holacracy. Buurtzorg dan 1000 lebih organisasi lainnya telah menjalankan sistem ini.

***

Kita memiliki banyak orang hebat. Namun, seringkali individu-individu hebat ketika berkumpul malah gagal menciptakan kehebatan kolektif.

Terkadang saya penasaran ketika melihat individu2 dengan background mentereng namun ketika berkumpul dalam satu atap tak optimal dalam menciptakan kehebatan kolektif.

Apalagi jika persoalan tersebut selalu terulang. Barangkali kita memerlukan sesuatu yang baru dan radikal.

Kata Albert Einstein: “We cannot solve our problems with the same thinking we used when we created them”

****

Alkisah ada 3 orang yang sedang mengamati burung yang tak mau berkicau.

Nobunaga: “Bunuh saja burung itu!”

Hideyoshi: “Kita buat burung itu agar mau berkicau!”

Ieashu: “Kita tunggu sampai burung itu mau berkicau!”

Eiji Yoshikawa mengawali Taiko yang merupakan karya legendarisnya dengan kutipan dialog ini. Dialog ini menggambarkan perbedaan watak tiga pemimpin legendaris Jepang. Taiko berkisah tentang Toyotomi Hideyoshi, sosok misterius yang pertama kali berhasil menyatukan Jepang.

Seterhen Akbar alias Saska memiliki misi untuk menerapkan sistem holacracy di kepengurusan IA-ITB. Apakah ini terlalu revolusioner? Tidak juga. Sistem ini telah banyak dikupas dikajian bisnis dan managemen termasuk Harvard business review. Ini adalah sistem yang kami yakin bisa meramu kehebatan individu menjadi kehebatan kolektif di IA-ITB. Dan Saska telah berhasil menerapkan Holacracy di perusahaannya.

Hideyoshi bukan siapa2. Dia bukanlah samurai, bukan pula keturunan klan ningrat. Hideyoshi bertubuh pendek & tak bisa berkelahi. Dan Hideyoshi mampu mengukuhkan dirinya sebagai pemimpin besar yang menyatukan Jepang.

Saska mungkin belum menjadi “siapa2”. Namun kami percaya bahwa Saska Insya Allah mampu mentransformasi IA-ITB menjadi organisasi modern yang yang dapat menjawab tantangan Visi Indonesia 2045

Charlottesville, 1/28/2021

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *