Beberapa hari lalu kita kembali menerima kenyataan pahit terkait posisi Indonesia dalam tes PISA yang (masih) bertengger di papan bawah, nyaris peringkat bontot. Tes yang menguji kecakapan remaja dalam hal membaca, matematika dan sains ini dilakukan setiap 3 tahun sekali dan sering dijadikan tolok ukur utama kualitas pendidikan sebuah bangsa. Barangkali kita patut mengelus dada, rendahnya kualitas literasi kita sampai mengundang label “functionally illiterate” alias bisa membaca namun tak paham isinya.

PISA tahun 2018 menitikberatkan pada literasi, lebih dari separuh pertanyaan didesain untuk menguji kecakapan membaca (https://nces.ed.gov/surveys/pisa/pisa2018/…). Amerika menempati posisi cukup bagus dalam hal literasi meski bukan posisi teratas. State tempat tinggal saya saat ini, Virginia juga memiliki peringkat bagus terkait kualitas pendidikan dibanding state lainnya.Oleh karena itu, saya ingin berbagi tentang pengalaman sekolah anak saya disini, khususnya terkait literasi.

Sekitar satu bulan lalu saya dan istri menghadiri “parent-teacher meeting”. Semacam terima Raport kalau di Indonesia. Setiap orang tua diberi waktu sekitar 30 menit untuk berdiskusi tentang perkembangan anak di sekolah.

Kami cukup berbahagia ketika gurunya Arya menginformasikan bahwa kemampuan reading Arya sudah di level 5th grade meski Arya baru 2th grade. Gurunya sangat kagum mengingat Arya yang nggak bisa bahasa Inggris pas masuk sekolah, dan dalam waktu satu tahun sudah di level kelas lima. Dan yang membuat saya senang adalah Arya sangat happy dan enjoy di sekolah.

Satu hal yang bisa kita tiru adalah adanya assessment atau pengklasifikasian buku bacaan anak. Setiap buku anak dan remaja diklasifikasikan sehingga setiap grade memiliki pilihan buku bacaan yang sesuai. Saat Arya kelas satu, setiap hari guru nya memberi buku untuk dibaca bersama orang tua (sebagai PR). Buku-buku level 1st grade biasanya tipis, penuh gambar dan kalimatnya singkat semacam “beruang memiliki cakar yang tajam”. Setiap minggu Arya diberi tugas untuk menulis pengalaman week end nya.

Dan kompleksitas buku bacaan pun meningkat berjenjang hingga room mate saya dulu bilang bahwa tugas bacanya saat SMA adalah buku2 karya Mark Twain dan Ernest Hemmingway. Saya cukup terkejut mengingat di ITB dulu biasanya cuma “aktivis” yang familiar dengan buku2 semacam ini.

Intinya adalah ketersediaan buku yang diklasifikasian sesuai grade sekolah. Mulai dari sekedar “beruang memiliki cakar yang tajam” hingga buku2 karya Mark Twain dan Ernest Hemmingway.

Oh y, Alhamdulillah selain reading level, Math levelnya Arya juga advance. Gurunya Arya menyarankan untuk mengajak ke Perpustakaan lokal untuk menstimulasi reading levelnya dan Gurunya Arya akan mencoba treatment khusus untuk memfasilitasi Math levelnya Arya yang lebih advance dibanding kawan sebayanya.

Beberapa hari lalu saya membaca soal-soal Math yang diberikan ke Arya sebagai bagian dari treatment khususnya. Cukup terkejut (dan senang) karena soal2nya adalah soal2 logic semacam “aku adalah sebuah bilangan, angka puluhan dan angka satuannya jika dijumlah hasilnya 9, dan angka satuannya dua kali angka puluhannya”.

Dan hari ini saya mengajak Arya ke perpus lokal. Cukup senang karena saya bebas meminjam buku sampai 75 buku gratis. Setiap kota biasanya memiliki beberapa perpustakaan daerah yang tersebar di beberapa lokasi.

******

Usul saya kepada Kemendikbud:

1. Buat program pengklasifikasian buku bacaan mulai dari grade TK sampai SMA. Di US ada berbagai model pengklasifikasian yang bisa dicopy paste: Guided reading level, Lexile measures, DRA (Development Reading Assesment).

2. Pastikan setiap grade memiliki pilihan setidaknya 2000 judul buku (total 28000 judul jika dimulai dari TK A). Buat program penulisan buku anak dan remaja jika diperlukan atau proyek penerjemahan buku.

3. Pastikan buku2 tersebut tersedia di setiap perpustakaan sekolah atau perpustakaan lokal/taman bacaan dan dapat diakses dengan mudah.

4. Perbanyak jam pelajaran Bahasa Indonesia. Tambahan jam ini ditekankan untuk tugas baca.

5. Saya membayangkan setiap anak yang lulus SMA telah membaca buku2 seperti Sengsara membawa nikmat, Kasih tak sampai, salah pilih, salah asuhan, trilogi ronggeng dukuh paruk, tetralogi nya Pramodya Ananta toer dan setidaknya satu buku (terjemahan) karya pemenang nobel sastra.

Semoga bermanfaat

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *