Kenapa di tulisan sebelumnya saya tuliskan bahwa Allah tidak menyukai uang nganggur? Dan sebagai tambahan juga hal2 yang sifatnya spekulatif? Juga kenapa kita harus Qonaah?

Sejarahnya, prinsip dasar dari Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat, dengan memberi imbalan bunga lantas menyalurkannya pada yg membutuhkan, jg dengan imbalan bunga.

Pada suatu ketika terjadi penumpukan dana masyarakat di banyak Bank, lebih banyak yg terhimpun daripada yg disalurkan. Lantas diciptakanlah satu instrumen finansial dimana Bank bisa Membeli Piutang dr bank lain. Yakni satu bank yg punya kelebihan uang terhimpun bisa membeli Piutang dr bank lain.

Jadi munculah era utang/piutang diJual belikan, dan bahkan lantas diAsuransikan. (Mulai rumit kan).

Secara tradisional, ketika Bank memberi pinjaman lazimnya bank harus memastikan si penghutang memiliki kemampuan membayar pokok dan bunganya.

Namun, ketika harga rumah mulai naik terjadilah spekulasi. Bank2 (di Amerika), mulai memberikan kredit rumah pada orang2 yang sejatinya beresiko tinggi gagal bayar.

Asumsinya sederhana, toh rumah yg mereka tempati harganya akan selalu naik, lebih besar dari hutang pokok dan bunganya alias Asset > Debt. Jadi aman pikir mereka. Inilah yg dikenal sebagai Subprime mortgage.

Lantas untuk mengurangi resiko, kredit rumah beresiko tinggi ini digabung dengan kredit lain beresiko rendah hingga terciptalah instrumen finansial namanya Collateral Debt Obligation (CDO). Yang entah gimana ceritanya diberi rating AAA alias sangat sehat. Dan kemudian instrumen inipun diperdagangkan ke Publik.

Tak dinyana, seakan nggak kapok dari buble dot co di tahun 2000, harga rumah ternyata drop. Orang2 gagal bayar dan banyak warga US seketika menjadi HomeLess.

Dan karena CDO ini sudah trlanjur diperdagangkan dimana2, maka krisis pun menyebar dalam hitungan hari. Mulai dari Amerika hingga Eropa. Memacu kebangkrutan Lehman Brother dan keguncangan AIG.

Hingga akhirnya (culasnya), ulah spekulatif ini harus dibayar mahal dengan dana bailout yg dihimpun dari masyarakat umum.

Inilah asal muasal krisis subprime mortgage 8 tahun lalu. Terbukti bahwa perpaduan dari memaksakan diri berkonsumsi (tidak qonaah), keserakahan para elit financial, sikap spekulatif serta sistem ribawi itu sangat merusak.

****

Dalam Islam, rezeki itu sejatinya apa yang kita makan, apa yang kita pakai dan terakhir adalah apa yang kita infakan.

Bukan kasur empuk yg kita perlukan, melainkan nyenyaknya tidur yg kita nikmati. bukan makanan yg kita butuhkan melainkan sehat dan afiatnya badan. Singkat kata, barokahnya yg kita perlukan.

Dengan demikian, sejatinya tidak ada bedanya saya punya cash 100ribu atau 1 M karena toh Jengkol goreng, Nasi merah dan sambal superhot favorit saya di punclut bisa saya beli hanya dgn harga 100ribu.

Dan lagi, punya uang 1 M tidak serta merta membuat saya kemudian memakai pakaian 100 lapis.

Kesimpulannya adalah diluar yang kita makan dan kita pakai, angka2 di rekening hanyalah angka tak bermakna.

Juga dengan tanah dan berbagai aset lainnya, semua hanya berupa lembaran sertifikat kepemilikan. Nggak bisa kita makan, nggak bisa kita pake.

Hanya memberi perasaan semu “memiliki”, padahal toh Allah bisa dengan mudah mengambilnya kembali.

Kecuali, Kalau kita menginfakannya. Karena itu yg sesungguhnya menjadi rezeki kita.

Bukan berarti mencari kekayaan atau mengumpulkan capital itu dilarang, tentu tidak berarti demikian.

Melainkan pertanyaan yg harus terus menerus diajukan adalah apakah kenaikan kekayaan,cash ataupun aset sejalan dengan kenaikan infak dan amal kita.

Jadi jika kita telah merasa berkecukupan dgn rizki 10 juta misalnya, maka kenaikan kekayaan berikutnya harus seiring dgn pertanyaan : berapa anak yatim yg akan tersantuni? berapa masjid yg akan didonasi? berapa Lapangan kerja yang akan dibuka? Berapa anak yg akan mendapat beasiswa? Dan sebagainya.

Bahaya jika harta meningkat tapi shodaqoh stagnan.

****

Salah satu penyumbang kemajuan china (sepengetahuan saya) adalah karena pemerintahnya “memaksa” uang untuk diputar.

Yang punya uang lebih, disimpen di bawah bantal dimakan rayap, disimpen di bank yield nya rendah, terkadang malah kalah sama inflasi. Di beliin asset, pajaknya (PBB) mencekik. Jadi pilihannya cuma satu : Diputer buat bisnis atau investasi riil yang langsung menyerap tenaga kerja. Imbasnya : ekonomi China meroket.

Jadi, Allah tidak menyukai uang nganggur dan hal2 spekulatif (tolong koreksi jika saya salah).

Karena sekali lagi, rezeki itu adalah apa yang kita makan, apa yang kita pakai, dan apa yang kita infakan.

Selebihnya cuma deretan angka di rekening, lembaran sertifikat kepemilikan, atau benda pajangan yang memberi rasa “saya kaya”, padahal Dia lah yang kaya dan kalau Dia berkehendak, bisa mencabut apa yg kita punya kapanpun.

Berkonsumsilah, tapi jangan berlebihan.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *