Beberapa hari lalu muncul berita di detik tentang satu komplek makam yang kebanjiran, hingga tersingkap satu jenazah seorang wanita yang utuh meski almarhumah telah meninggal 10 tahun lalu. Barangkali memang ada penjelasan logis, entah biologis atau kimiawi sehingga hal demikian bisa terjadi. Namun saya lebih memilih untuk mempercayai bahwa jasad utuh memang semata atas karunia dan penjagaan Allah. Ini adalah keistimewaan yang Allah berikan sebagaimana jenazah para sahabat yang syahid di medan uhud, yang bahkan darah masih menetes sekian tahun kemudian.

Almarhumah ternyata bukan siapa-siapa, bukan ustadzah, bukan orang terkenal, hanya wanita desa biasa. Tetangganya hanya mengenangnya sebagai sosok yang baik dan suka menolong. Anaknnya memberi kesaksian bahwa Almarhumah semasa hidupnya selalu menghidupkan malam dengan shalat.

Kita memang tak pernah tahu, maka selayaknya kita berbaik sangka kepada siapapun. Kita tidak pernah tahu siapa sesungguhnya yang dicintai Allah. Barangkali tukang sayur yang lewat setiap pagi, bisa jadi tukang bakso yang mangkal di ujung gang. atau barangkali pengemis yang selalu tidur di emperan. Kita tidak pernah tahu..

Dan kita juga tak pernah tahu apa yang kan menjadi jalan emas menuju cinta Allah, atau pun sebaliknya. Seorang wali besar Imam junaid dulunya adalah jago gulat (tarung bebas) kesayangan khalifah. Saking favoritnya, sang khalifah mengadakan sayembara berhadiah besar bagi yang bisa mengalahkan imam junaid, namun tak ada satupun yang berani menantang sang jawara.

Hingga suatu saat ada seorang tua renta yang miskin. Beliau adalah keturunan Rasulullah yang sejatinya tak bisa berkelahi. Hanya saja beliau tak punya pilihan karena beliau harus menghidupi keluarganya yang lapar.

Mendengar kondisi demikian, Imam Junaid pun mengalah. Imam Junaid rela tubuhnya dipukuli hingga jatuh terkapar dalam pertandingan, agar sang kakek yang masih keturunan Rasulullah menang dan mendapat hadiah dari khalifah.

Setelahnya, Rasulullah pun berkenan “menghampiri” Imam Junaid. Pada intinya, amalan imam Junaid inilah yang menghadirkan kecintaan Allah dan Rasul-Nya, hingga beliau namanya abadi dikenal sebagai seorang wali besar.

Dilain waktu ada seorang hamba yang sangat bangga dengan ibadahnya, hingga di yaumul akhir Allah mengatakan bahwa berat timbangan segenap amal ibadahnya tak mampu sedikitpun mengimbangi satu nikmat penglihatan yang Allah karuniakan.

Barangkali segenap amal kita dari lahir hingga liang lahat bahkan tak sebanding dengan nikmat satu nafas yang Allah karuniakan.

Maka sebodoh2nya orang adalah orang yang sombong dan berbangga. Setiap detk kita bisa terpeleset berkali-kali, entah zina mata, entah lintasan suudzon, entah maksiat lainnya.

Maka surga itu memang semata Rahmat Allah. Pada akhirnya amal kita bukan penentu, karena kita tidak pernah tahu bahkan lintasan terdalam batin kita. Pada akhirnya bukan amal atau dosa, pada akhirnya adalah Rahmat Allah dan ampunan-Nya yang menentukan semuanya.

Karena kita tidak punya apa-apa dan kta tidak bisa apa-apa.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *