Bismillah..

Namanya Anthonius, seorang pegawai ATC bandara Palu yang memilih untuk memastikan pesawat batik air lepas landas dengan sempurna alih-alih menyelamatkan diri ketika gempa berlangsung. Naas, ajal pun menjemput sang Pahlawan ketika pesawat telah berhasil mengudara.

Pahlawan yang lain bernama Sutopo, seorang yang sedang mengidap kanker stadium 4 namun memilih untuk tetap menjalan tugasnya di badan penanggulangan bencana pasca gempa dan tsunami Palu. Sosok dan perawakannya tetap terlihat kokoh. Padalah salah satu kawan FB saya yang memiliki saudara yang juga sakit kanker berkata bahwa Sutopo pastilah menahan rasa sakit yang luar biasa.

Beberapa tahun lalu terjadi kecelakaan antara KRL dan truk pengangkut BBM yang nekat menyebrang perlintasan. Sang masinis sebenarnya punya beberapa menit yang cukup untuk menyelamatkan diri. Namun ia memilih untuk ke Gerbong belakang lokomotif, memandu evakuasi penampung ke Gerbong belakangnya untuk meminimalisir korban. Ajal pun menjemput sang Masinis. Jenazah sang pahlawan lantas disemayamkan di stasiun Gambir sebelum dikebumikan. Segenap kru PT KAI hingga menteri perhubungan pun memberi penghormatan terakhir pada pahlawan yang namanya bahkan saya tak ingat.

*****

Indonesia terlalu besar untuk dibebankan pada pundak satu atau segelintir orang. Indonesia akan menjadi bangsa yang besar ketika setiap manusianya menjalankan tugas dan peranannya lebih dari sekedar baik, lebih dari sekedar “meet the requirement”, alias “beyond the responsibility”.

Saya kira tak ada satupun yang akan menyalahkan sekiranya Anthonius, Sutopo atau sang masinis memilih untuk menyelamatkan diri. Namun mereka memilih untuk “running extra miles”. Mereka memilih untuk berjihad dengan profesinya.

Beberapa tahun lalu, Anis matta dalam seriah mencari pahlawan Indonesia pernah mengkritik mentalitas “ratu adil” yang barangkali ada dibenak kita. Mentalitas ini meyakini akan hadirnya pihak eksternal (ratu adil, satria pininggit, presiden dll) yang mampu menyelesaikan semua persoalan dan kekacauan yang juga disebabkan oleh pihak eksternal (Amerika, Yahudi, freemason dll).

Ini adalah mentalitas orang yang tak mau introspeksi diri, mentalitas orang kalah. Pada intinya berhentilah mencari Pahlawan karena pahlawan sesungguhnya ada pada diri kita.

*****

Allah menyukai orang yang bersungguh-sungguh dalam bekerja. Rasul yang muliah pernah memegang dengan lembut tangah kasar seorang kuli batu sambit bersabda: “Tangan seperti ini tidak akan disentuh api neraka.”

Bekerja dengan sungguh-sungguh dan “running extra miles” mengundang keberkahan. Imam syafii pernah dicurhati oleh seseorang yang gelisah dan merasa hidupnya dirundung masalah. Tak disangka, Imam Syafii malah menasihati agar orang tersebut meminta pada Bos nya untuk dikurangi gajinya. Nasihat yang terkesan tak logis namun ketika orang tersebut mematuhinya, beberapa saat kemudian orang tersebut menjumpai Imam syafii dalam kondisi bahagia dan berwajah cerah.

Kata sang Imam, apa yang ia dapat sebelumnya tak sebanding atau terlalu besar dengan ikhtiar dia, barangkali ia sebelumnya terlalu bermalas-malasan. Sehingga “kelebihan” penghasilan yang ia terima menjadi tidak berkah dan mengundang pelbagai masalah.

*****

Sekali lagi Indonesia akan maju ketika semua orang menjalani peran, tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh: Sebagai pedagang, politisi, birokrat, ilmuwan, atau sebagai seorang suami/istri dan orang tua.

Semoa kita mampu berJihad dengan “profesi” kita dan sebanyak mungkin memberi kemanfaatan pada orang sekitar kita.

Mari kita berlari lebih dari sekedar rutinitas 9 am – 5 pm, Monday to Friday. Bukan berarti bekerja lebih panjang, melainkan bekerja dengan orientasi kemanfaatan.

Kecuali kita mendapat rezeki masuk surga tanpa hisab, segala yang kita punya akan dimintai pertanggungjawabannya; Ilmu yang kita miliki, harta yang kita genggam,hingga waktu dan kesempatan yang kita dapatkan.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *