Mengenang Nasihat Guru Tentang Islam dan Akhlak

Pada suatu hari, Prabu kertabumi sang raja Majapahit curhat kepada istrinya mengenai Kondisi majapahit yang mirip dengan kondisi Indonesia saat ini. Sang permaisuri, seorang putri Campa memberi nasihat kepada sang Prabu. “Kakanda, jika ingin Majapahit menjadi baik, panggilah adik saya ke Majapahit.” Maka datanglah sang adik ipar Raja ke Bumi Jawa, dia bernama Raden Rahmat. Namun, Raden Rahmat ternyata tidak lekas datang ke keraton setibanya di Jawa. Raden Rahmat memilih untuk Blusukan menjumpai rakyat jelata. Ketika Raden Rahmat berjumpa dengan petani, Raden Rahmat mengajari bagaimana bertani dengan baik. Ketika bertemu dengan peternak, sang peternak lalu diajari bagaimana beternak dengan benar. Lambat laun, nama Raden Rahmat menjadi tersohor hingga banyak anak pejabat dikirim untuk belajar pada Raden Rahmat. Karena jasa Raden Rahmat, Beliau lantas diberi hadiah tanah di daerah Ampeldenta. Dikemudian hari Raden Rahmat lebih dikenal sebagai Sunan Ampel, salah satu generasi pertama Wali songo.

Pak Sukatno, guru Fisika saya saat SMA memang gemar sekali “mendongeng” tentang Babad Jawa dan Babad Wali songo. Tentu bukan sekedar dongeng atau sisi historis yang beliau sampaikan, melainkan juga ajaran tentang Akhlak dan Dakwah melalui sejarah para wali dalam menyebarkan Islam. Satu kalimat yang beliau senantiasa ulang:”Dakwah itu haruslah benar, baik dan juga Indah.”

Dilain waktu beliau bercerita; pada suatu hari Sunan Kalijaga berinisiatif untuk berdakwah melalui sarana hiburan masyarakt yaitu Wayang. Ketika beliau menciptakan wayang untuk pertama kalinya, dibawalah hasil karya beliau ke rapat para wali. Namun, proposal Sunan Kalijaga ditolak keras oleh Sunan Ampel dan Sunan Giri. Kata mereka dakwah harus benar, dan membuat sesuatu yang menyerupai makhluk hidup tidak dapat dibenarkan meski untuk tujuan Dakwah. Konon, kedua sunan ini memang dikenal paling “keras”. Saya memang pernah mendengar kalau Para Wali meski sangat kompak dalam bergerak, namun sejatinya mereka berbeda-beda dalam menganut mahdzab Fiqih. Dan Sunan Kalijaga selaku Junior, tidak berani menentang seniornya. Akhirnya dalam kondisi frustasi, Sunan kalijaga membuat coretan asal hingga jadilah wayang kulit seperti saat ini kita kenal. Badan wayang dibuat pipih, bagian tangan dipanjangkan dll. Lalu Sunan Kalijaga kembali mengajukan proposal wayang ini ke sidang umum para Wali. Alhamdulillah, proposal Sunan Kalijaga di setujui, Menurut Sunan Giri dan Sunan Ampel wayang sudah tak lagi menyerupai Makhluk hidup.

Pak Katno rupanya sedang memberi ilustrasi bagaimana dulu para Wali pun kerap berselisih paham, namun ternyata “sekeras-kerasnya” wali tetap saja outputnya adalah dakwah yang indah. Pak Katno tak pernah menegur saya secara langsung, beliau menyampaikan secara tak langsung dan biasanya saya malu sendiri setelah saya berhasil menafsir maksud dari kisah yang beliau sampaikan. Seingat saya beliau paling gemar menekankan tentang Akhlak dan bagaimana menjaga hati dari penyakit seperti Suudzon (prasangka buruk) dll. 

Kenapa wayang mengambil kisah Ramayana dan Mahabarata? Kata beliau para wali yang datang ke Tanah Jawa memang “linuwih”, linuwih bukan dalam arti mistis melainkan mereka adalah Jenius2 dalam hal antropologi, sosiologi dsb. Para wali generasi pertama sebelum datang ke Jawa sudah pernah berkelana ke banyak tempat termasuk ke India. Disana mereka meihat bagaimana cerita Ramayana dan Mahabarata demikian melekat di benak orang-orang India. Konon mereka adalah penDakwah yang dikirim oleh Dinasti Ottoman turki untuk menyebarkan Islam keseluruh Dunia. Oleh karena itu, wali-wali pertama memang berasal dari luar. Kalau kita menelaah cerita wayang versi Jawa, kita akan menemukan banyak modifikasi brilian yang dibuat oleh para wali. Seperti senjata utama puntadewa adalah Jamus Kalimasada, alias kalimat Syahadat. 

Dengan Dakwah dan akhlak yang Indah, Islam lambat laun menyebar dan diterima oleh masyarakat Jawa. Setelah itu, para wali berpikir bahwa saat tepat untuk mendirikan kerajaan telah tiba. Maka didirikanlah kerajaan Demak, dan diangkatlah salah satu murid senior dan terbaik bernama Raden Patah menjadi raja. Putra Raden Patah, Pati Unus pernah memberangkatkan armada lautnya guna menyerang Portugis di Malaka. Pun demikian dengan Mataram yang pernah mengepung belanda di Sunda Kelapa. Kata Guru saya berbicara kesejarahan Nusantara tak bisa lepas dari kesejarahan Islam di Nusantara. Hal ini berlangsung sampai perjuangan kemerdekaan 1945. Dari yang pernah saya baca, Sudirman dan pejuang Surabaya senantiasa berkoordinasi dengan Kyai Hasyim Ashaari, pimpinan pesantren Tebu Ireng. Dan Kyai Hasyim Ashaari pernah mengeluarkan Maklumat Jihad NU dan mengerahkan santrinya guna melawan penjajah.

Saya melihat sosok pendakwah jaman dulu memang sosok yang komplit. Tak hanya mengerti ilmu agama, melainkan juga paham betul sosiologi masyakat dan tak awam dengan politik. Namun kata guru saya bukan itu atribut yang utama. Atribut utama mereka adalah ikhlas. Mereka telah menggadaikan hidup mereka di Jalan Allah, dan ke Ikhlasan serta hati bersih mereka terpancar dari Akhlak yang demikian indah. Nampaknya mereka tidak pernah khawatir Akan apa yang akan terjadi esok hari ketika mereka mendirikan pesantren, atau pergi berdakwah. Contohnya, seperti kyai Hasim ashaari ketika mendirikan pesantren di daerah “gelap” tebu ireng. Sederhananya, mereka sudah tak lagi cinta dunia.

*****

Diakhir tahun menjelang kelulusan sarjana saya pernah ngaji kepada seorang Ustadz yang Akhlak dan keteladanannya sangat membekas. Waktu itu, lama tidak mendapat siraman Ruhani menyebabkan hati menjadi kering dan mengeras. Lantas saya dan beberapa kawan meminta kepada salah satu sahabat dekat untuk dicarikan guru ngaji. Sahabat saya ini kader tulen salah satu partai. Maka pinta saya kepada kawan saya adalah saya ingin ngaji, tapi nggak ingin bersinggungan dengan politik. Saya cuma ingin shalat dengan bener, berakhlak dengan baik (sebenarnya keterlaluan juga sih, udah minta tolong tapi nawar pula). Untungnya kawan saya mengiyakan.

Sosoknya terlampau sederhana untuk selevel ketua partai di salah satu propinsi di Sulawesi. Beliau sering berjalan kaki dari Dago ke kampus untuk mengisi pengajian. Dan beliau, ustadz amir namanya, yang sedang menempuh studi S3 di UPI tinggal di kontrakan yang sangat sederhana (itupun cuma ngontrak sebagian/cuma lantai dua nya saja) bersama Istri dan 5 orang anaknya. Nggak umum untuk ukuran petinggi partai. Dan beliau memang tidak pernah berbicara tentang politik kepada kami, melainkan bagaimana beraqidah dan berakhlak dengan baik.

Suatu saat, di Tahun 2010 saya sudah “ngebet” pengin Nikah. Namun orang tua waktu itu tak kunjung merestui. Saya curhat kepada beliau, nasihat beliau sangat singkat :” Pandai-pandailah berbuat baik ke orang tua.”

Secara umum tidak ada yang istimewa dari “content” nasihat beliau. Apa yang beliau sampaikan bisa kita temui di Banyak buku-buku agama Islam. Namun kenapa apa yang beliau sampaikan sangat membekas? Menurut saya, itu karena keindahan Akhlak dan keteladan beliau. Itulah mengapa saya pernah posting : Apapun manhaj dan harokahnya, Akhlakul karimah cara dakwahnya. Dengan kata lain, apapun kendaraan dakwah yang dipilih, Asalkan dijalani dengan ikhlas dan akhlak yang baik, Insya Allah akan berhasil.

Saya bukan hanya berpendapat, tapi juga meyakini bahwa kesejarahan Nusantara tak bisa lepas dari kesejarahan Islam, baik dimasa lalu, masa kini maupun masa depan. Tak banyak jumlah walisongo waktu itu. Namun mereka yang cuma segelintir bisa membawa “Minadzdzulumaati ilannur”. Mungkin karena mereka adalah sosok ulama yang sudah tak lagi cinta dunia, dan telah menggadaikan hidupnya di Jalan Allah. Di titik ini, saya berdoa semoga Allah kembali mengirimkan kepada kami, Ulama dan ahli Ilmu baik Ilmu Diinul Islam maupun Ilmu Dunia, yang Indah Akhlaknya, dan Ikhlas berjuang demi tegaknya dakwah dan syiar Islam.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *