Saat saya kecil dulu, bagian favorit dari kisah Nabi dan Rasul adalah mukjizat. Rasanya seru sekali mendengar kisah tongkat Nabi Musa yang membelah laut atau api yang menjadi dingin ketika menyentuh kulit Nabi Ibrahim. Oleh karena itu saya belum ngeh ketika guru agama mengajarkan bahwa mukjizat Nabi Muhammad adalah Al-Quran. Dalam benak saya waktu itu Nabi Muhammad seperti sosok raja agung, bersorban dan penuh wibawa.

Lambat laun gambaran itu berubah. Rupanya Muhammad-ku tidak seperti raja agung diFilm2. Saya terhenyak ketika mendengar pertama kali bahwa Muhammad menjahit baju dan sandalnya sendiri, sering mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan tangannya sendiri.

Muhammad-ku tidak pernah mengeluh tentang makanan. “Apakah ada makanan Aisyah?” tanya beliau kepada istri tercintanya. Jika tidak beliau hanya berucap sederhana “Aku akan berpuasa hari ini”. Rupanya beliau tidak seperti gambaran lazimnya suami yang selalu menuntut istrinya menyediakan makanan siap saji.

Muhammad-ku tidur beralaskan pelepah kurma yang kasar. Bahkan pernah tiga purnama tak ada api menyala dirumahnya hingga batu pun diganjal diperutnya.

Dilain waktu ketika Muhammad-ku pulang larut malam, beliau memilih tidur di luar rumah alih-alih mengetuk pintu dan membangunkan istrinya.

Muhammad-ku juga tak serupa dengan gambaran lelaki yang menuntut istrinya senantiasa takluk bertekuk lutut. Beberapa kali Istri tercintanya, Bunda Aisyah marah dan berkali2 pula Muhammad-ku tersenyum dan mengalah.

***

Orang Arab terbiasa dengan gelar. Bisa saja Muhammad-ku memilih gelar apapun yang ia mau. Toh de facto dia adalah penguasa Mekah dan Madinah. Tapi tahukah apa gelar yang Ia pilih? Muhammad si Anak Yatim. Muhammad-ku memposisikan diri bersama kelompok terlemah di komunitas arab saat itu; anak yatim.

Kendati kakek Muhammad adalah bangsawan pengurus sumur zamzam, Namun sebelum Halimah memilih Muhammad untuk disusuinya, tak ada satupun wanita gunung yang memilih Muhammad untuk disusui karena Ia adalah anak yatim. Ini sebagai gambaran betapa lemah dan dipandang sebelah mata anak Yatim di masyarakat arab saat itu. Dan Muhammad-ku menggelari dirinya sebagai anak Yatim, untuk membela kaum yang lemah.

Ada pengemis buta yang sangat benci kepada Muhammad-ku. Tiap hari tak kurang sumpah serapah dia kepada Muhammad-ku. Dan setiap hari Muhammad-ku memberi makan dan menyuapinya dalam diam. Tanpa memberi tahu bahwa Ia adalah sosok yang selama ini dicaci maki.

***

Lebih dari 1000 tahun lalu Muhammad-ku berpulang. Namun legacy nya abadi, tak pernah putus orang mencintainya. Bilal yang muadzin kesayangan bahkan tak mampu lagi menuntaskan adzan karena ia selalu menangis ketika sampai pada kalimat “Muhammad Rasulullah”. Bilal bahkan tak sanggup lagi tinggal di Madinah sepeninggal beliau karena setiap sudut kota mengingatkan Bilal pada kenangan bersama Muhammad.

Tak pernah putus orang mencintai Muhammad, sambung menyambung hingga kini.

Hingga beliau menjelang berpulang, kata terakhirnya adalah “Umatku..” Betapa yang Ia selalu khawatirkan adalah umatnya.

***

Ah Macron.. Andai kau ada disini, akan kuberi secangkir kopi dan akan aku ceritakan kisah tentang Muhammad-ku. Biar engkau paham kenapa berjuta orang mencintainya, meski telah berabad lamanya Muhammad-ku berpulang

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *