Beberapa jam lalu salah seorang kawan baik bertanya tentang bagaimana caranya menjaga mimpi agar tetap menyala. Menjaga mimpi memang susah. Setidaknya ada dua alasan kenapa akhirnya hanya segelintir orang yang mampu konsisten dengan mimpi dan cita2nya.

Pertama, mewujudkan mimpi tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan. Ada anekdot yang pernah saya post tentang kurva ambisi mahasiswa PhD. Anekdot dari phdcomics.com ini menggambarkan perjalanan ambisi mahasiswa PhD : Awal masuk -> Meraih Nobel Fisika, akhir tahun pertama-> Menjadi expert di satu bidang , tahun kedua -> Dapat kerja (postdoc) di Universitas top, tahun ketiga-> Yang penting dapat kerja, tahun keempat -> Semoga bisa ikut conference di tempat yang seru, tahun kelima -> Semoga seminar berikutnya menyediakan pizza gratis, tahun keenam-> Kapan gw lulus???

Sayangnya anedot ini sangatlah nyata. Nyaris semua grad student disini berangkat dengan ambisi raksasa. Lantas kami dihadapkan pada fakta bahwa hanya 15% dari grad student yang mampu berakhir di research university. Dan ditahun ketiga, setengah dari grad student sudah berpikir untuk meninggalkan dunia akademik setelah lulus.

Meraih mimpi itu memang susah kawan!

Alasan kedua kenapa mimpi bisa menguap adalah jebakan rutinitas. Rutinitas membuat seseorang menjadi reaktif alih-alih proaktif. Dengan kata lain, keputusan serta tindakan yang diambil hanyalah reaksi dari persoalan2 keseharian. Hal ini ibarat kapal yang kehilangan Navigasi karena hanya berjibaku dengan badai seumur hidupnya.

*****

Fokus dan baby step adalah mantra2 yang diajarkan Professor saya. Betul bahwa kita perlu mimpi, narasi besar atau big picture. Namun biarlah narasi besar ini kita ingat sejenak hanya ketika kita sedang menyeruput kopi sambil melepas lelah. Karena biarlah waktu kita difokuskan untuk baby step alias langkah2 kecil yang berkesinambungan.

Sebagai contoh ada beberapa kawan yang beberapa tahun lalu bilang ingin bersekolah di Luar negeri. Dan kini mereka masih mengatakan ingin bersekolah di Luar negeri. Meskipun empat tahun sudah lewat dan tanpa progress apapun.

Saya pun pernah mengalami hal demikian. Selama dua tahun hobi saya adalah download berbagai info beasiswa : FullBright, DAAD, Erasmus, Monbusho dll dsb. Tapi hanya berhenti di situ saja. Saya punya mimpi namun tanpa baby step.

Dan dengan baby step yang clear, ternyata saya hanya perlu 6 bulan untuk bisa sampai di Florida. Pertama saya mempersiapkan Toefl IBT. Targetan saya adalah minimal score 90. Dan saya mengawalinya dengan fokus pada reading. Setelah toefl beres lantas saya fokus pada GRE dan sebagainya.

Jadi saya mencurahkan fokus saya hanya pada segelintir hal di satu rentang waktu tertentu. Narasi dan mimpi besarnya hanya saya bayangkan ketika saya berdoa atau bersantai melepas lelah.

*****

Ada satu riset menarik yang saya baca di “Smarter, Faster, Better” karya Charles Duhigg. Beberapa ahli dari MIT mengadakan penelitian tentang bagaimana orang2 produktif membangun model mentalnya. Ada dua temuan menarik dari riset ini.

Pertama, orang-orang produktif mengerjakan maksimum hanya lima project dalam waktu bersamaan. Yang kedua, project2 yang dipilih oleh orang2 produktif umumnya berbeda dengan project2 yang dikerjakan sebelumnya alias selalu ada unsur kebaruan. Jadi ciri lain orang produktif adalah gemar meluangkan waktu untuk belajar hal baru, skill baru atau bertemu orang-orang baru.

*****

Ada cerita lain yang menarik tentang penerbangan Qantas flight 32; masih dari buku yang sama. Penerbangan singapur-sydney yang dipiloti oleh kapten De crespigny ini mengalami kerusakan sangat parah ketika di udara; Sebagai gambaran : Dua mesin terbakar, tidak ada data dari dua mesin lainnya, hidrolik dan electricity sayap kiri rusak, hanya 2 dari 8 hydraulic system yang bekerja. Secara umum ada 21 major system yang rusak.

Akhir kisah, kapten De crespigny tetap berhasil mendaratkan pesawatnya di Singapur. Investigator mencoba menciptakan kondisi kerusakan yang sama di simulator dan faktanya seluruh pilot yang mencoba simulasi tersebut gagal landing.

Apa yang dilakukan oleh De crespigny hingga Ia berhasil mendaratkan pesawat A380 tersebut? Sebagai mantan penerbang cesna, De crespigny membayangkan bahwa A380 yang Ia kendarai adalah pesawat cesna dalam situasi darurat tersebut.

Cesna ini ibarat bumi dan langit jika dibandingkan dengan A380. Namun justru dengan membayangkan sebagai cesna, de crespigni mampu menyederhanakan persoalan ditengah situasi darurat yang kompleks.

De crespigny akhirnya hanya fokus pada beberapa variabel tertentu dan memilih untuk mengabaikan variable2 lain walaupun suasana kokpit sangat berisik karena Alarm2 berbunyi saling bersahutan. Dan dia berhasil.

Sang kapten hanya fokus pada variabel2 yang benar-benar under control. Catatan tambahan, saya sering mengatakan pada kawan saya jika langkah pertama menghadapi persoalan adalah memilah mana variabel yang under control dan mana variable yang tidak under control. Stress terjadi ketika kita mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya tidak under control. Jadi fokuslah pada variabel yang under control. Karena cuma doa dan tawakkal yang bisa kita lakukan terkait variabel2 yang tidak under control.

Lagi2 tentang fokus pada segelintir hal ! baby step !!!

*****

In summary, Mimpi tanpa baby step adalah panjang angan-angan. Dan Rasulullah melarang umat nya untuk berpanjang angan-angan.

Bermimpilah, namun sebut mimpi itu hanya dalam doa yang dipanjatkan atau diantara kopi yang diseruput ketika melepas lelah. Karena sisanya adalah kerja nan fokus dan sungguh-sungguh pada langkah2 kecil yang dirancang.

Baby Step !!!

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *