Pada tahun 1911, dua tim berlomba untuk mencapai kutub selatan. Tim pertama dipimpin oleh Robert Falcon Scott, seorang perwira angkatan laut Inggris. Scott mendapat dukungan penuh dari kerajaan Inggris. Tim kedua dipimpin oleh Roald Amundsen dari Norwegia.

Scott yang mendapat dukungan penuh kerajaan Inggris tentu saja unggul dari sisi logistik dibanding Amundsen. Scott membawa 65 kru, 5 jenis transportasi yakni anjing, ski, siberian poni, motor sledges dan man-hauling (saya tidak tahu terjemahan tepatnya). Sementara Amundsen hanya membawa 19 kru dan cuma mengandalkan anjing sebagai alat transportasi.

Sebuah pertandingan tak seimbang. Namun ibarat David vs goliath, Amundsen berhasil mencapai kutub selatan 34 hari lebih awal dibanding Scott.

Bagaiman tim Amundsen bisa memenangi perlombaan ini meski logistiknya jauh lebih kecil?

Morten T Hansen, seorang professor management di Barkeley mengutip cerita ini di bukunya yang berjudul “Great at Work: How top performers do less, work better, and achieve more”.

Perlombaan mencapai kutub selatan ini menjadi ilustrasi dari prinsip pertama yang Morten tekankan “Do less, then Obsess”. Amundsen hanya memiliki Anjing, namun Ia terobsesi untuk memiliki Anjing yang superior. Amundsen melakukan riset dan menemukan bahwa Anjing jenis Greenlander lebih baik dibanding Siberian Husky. Amundsen meluangkan waktu lebih untuk mendapat anjing terbaik serta mengajak pelatih anjing terbaik ditimnya.

Ada beberapa cerita lain yang disuguhkan Morten guna mendukung kesimpulannya tentang “Do less then Obses” sebagai prinsip pertama meraih produktivitas. Diantaranya adalah Jiro Ono, yang telah dinobatkan sebagai koki sushi terbaik di dunia. Jiro tidak punya beragam menu sushi, Ia hanya fokus pada beberapa menu namun Ia sangat terobsesi untuk membuat yang terbaik. Ia tahu bagaimana mendapat tuna yang terbaik. Bahkan Jiro tahu bahwa Ia harus memijat gurita selama 40-45 menit untuk memastikan dagingnya dalam kondisi terbaik sebelum diolah.

****

Buku Morten ditulis dalam konteks produktivitas diri dan tim. Namun prinsip2nya bisa dikaitkan dalam konteks lebih besar yaitu negara.

Jika Indonesia diibaratkan sebagai perusahaan apa produk utamanya?

Kita adalah negara kepulauan, namun kabarnya telah sekian lama kita memunggungi laut.

Saya senang mendengar SMK yang bisa merakit mobil, pesawat, ada juga SMK yang sangat oke dalam bidang animasi. Namun berapa banyak SMK yang fokus pada produk olahan laut? berapa banyak industri yang mengolah turunan hasil laut seperti rumput laut?

Ada berapa banyak jurusan kelautan, perikanan, perkapalan dibanding dengan jurusan teknik elektro misalnya?

Berapa banyak ragam pembiayaan kepada nelayan jika dibandingkan kepada petani?

Seberapa besar kekuatan angkatan laut kita?

Berapa banyak ahli Marine biology dibanding MicroBiology?

dan sebagainya

less then obsess.

Semoga bermanfaat

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *