Inspirasi dari seorang Fisikawan-bisnisman-politikus

Ada nuansa berbeda dalam pertemuan APS (American Physical Society) tahun ini di Washington DC. APS kali ini sangat politis; dibuka dengan plenary talk oleh anggota kongres dan ditutup dengan pernyataan sikap terkait kebijakan trump. Trump telah membuat geger seluruh negeri.

Bagaimana kami tidak gelisah, ada satu posisi yang sebelumnya diisi Fisikawan Nuklir dari MIT namun kini dijabat oleh orang yang bahkan pernah nyeletuk mau membubarkan Department of Energy.

APS memang memiliki agenda terselubung, yakni mendorong scientist agar mau menjadi pengambil kebijakan alias terjun ke politik. Tak hanya mengundang anggota kongres, beberapa sesi paralel membahas pengaruh scientist yang signifikan dalam dunia kebijakan public. Diantaranya terkait Isu nuklir Iran, normalisasi hubungan AS-Soviet, pendidikan di Afrika dsb.

Trump memang membuat geger seantero negeri. Namun kali ini saya tidak ingin berbicara tentang Trump. Saya ingin berbicara tentang dua orang yang telah menginspirasi saya. Salah satunya adalah anggota kongres yang diundang di pembukaan acara.

Namanya Bill Poster, dia adalah seorang Fisikawan, bisnisman sekaligus seorang politisi. Sebagai bisnisman, Bill dan adiknya adalah pendiri perusahaan yang memproduksi kontrol elektronik untuk teater seperti pencahayaan dan suara. Kini perusahaan yang mereka dirikan mensupply 50% dari seluruh teater di Amerika.

Sama seperti saya, Bill adalah seorang Fisikawan partikel. Bill mendapat gelar PhD nya dari Harvard. Bill melakukan risetnya di FermiLab dan dia adalah bagian dari tim yang menemukan partikel “Top Quark”.

Sebagai seorang politisi, Bill adalah anggota kongres perwakilan Illinois yang berperan besar dibalik reformasi wall street (dodd-frank Wall street reform).

*******

Perjalanan Bill Foster menginspirasi saya, juga mengingatkan saat saya diliputi kegalauan.

Karir pertama saya adalah Fisika. Sebelum kuliah di Fisika ITB saya adalah “atlet” tingkat nasional di ajang Olimpiade Fisika. Tiga semester pertama di ITB saya lalui dengan mulus. IP selalu diatas 3,5 dan juga pernah 4.0.

Lantas saya tergoda untuk mencicipi dunia organisasi. Berawal dari pengarak senior yang wisuda, karir organisasi saya meningkat pesat hingga menjadi orang nomor satu di kabinet keluarga mahasiswa ITB.

Jujur tidak semua kawan baik saya mendukung keputusan saya saat itu. Sebagian menyayangkan, bahkan menyesalkan.

Beberapa lebih suka melihat saya berdiri di depan kelas memberikan tutorial Fisika dibanding melihat saya berorasi di depan kerumunan massa. Mereka khawatir saya kehilangan masa depan Fisika saya.

Dan diam-diam saya menyimpan kegalauan sekian lamanya. Saya akan menjadi apa di masa depan?

Boleh jadi kegalauan itu muncul karena satu prinsip bahwa kita harus memilih. Bahwa “we can not be excellent at everything!”, bahwa kita harus fokus!

Apakah harus demikian?

*******

Salah satu Room mate saya sekarang adalah orang Amerika. Dia dulu mendapat gelar sarjana dengan dua major : Politik dan Ekonomi. Setelah lulus dia kerja di Beijing selama dua tahun sebagai pengajar bahasa Inggris bagi para pengusaha China. Kini dia kembali ke kampus untuk kuliah S1 dibidang BioKimia sambil kerja part time sebagai data analis di perusahaan konsultan medik.

Salah satu mantan murid saya (orang Amerika) saat ini sedang mengambil PhD di bidang kimia. Saya bertemu dia di Laboratorium Fisika. Saat itu Ia sedang kuliah S1 di dua major yang bertolak belakang : Teknik BioKimia dan Finance. Saya taksir usianya diatas 30 tahun. Ternyata dia juga punya dua gelar master : English dan Komunikasi. Dia menggunakan gelar master nya untuk mengajar di Tallahassee Community college dan gajinya ia gunakan untuk kuliah S1 di Teknik biokimia dan Finance. Setelah lulus, dia memutuskan untuk mengambil master dan PhD di departemen kimia.

Kenapa roommate dan mantan murid saya bisa memiliki latar belakang yang begitu warna-warni? Alasan mereka ternyata sederhana. Mereka ingin belajar karena mereka tertarik. Mereka tidak khawatir dimasa depan akan bekerja dimana, dikenal sebagai seorang apa dan sebagainya.

Mereka dan juga Bill Foster adalah orang Amerika yang sangat “American”. Selain riset Fisika kegemaran saya disini adalah membaca orang dan membaca budaya. Tujuan saya adalah mengambil intisari budaya dari orang2 Amerika, Jerman, Jepang, Rusia dan China.

Jika Jepang dan Jerman sangat kental dengan fokus, telaten dan ketekunannya maka Amerika kental dengan keberaniannya untuk berpetualang pada hal-hal baru. “American” tidak terkotak pada satu “label”. Ada satu kalimat pada lagu kebangsaan Amerika yang menjadi intisari dari “American” : Land of the Free and the Home of the brave.

Saya tidak ingin menilai mana yang lebih baik. Toh, setidaknya dari sisi ekonomi dan teknologi mereka semua adalah negara maju.

*******

Alhamdulillah kegalauan saya terobati disini. Jika Bill Foster bisa, kenapa saya tidak? Poin nya adalah saya tidak perlu lagi mempertanyakan kelak akan menjadi (lebih tepatnya berLabel) apa? Jalani saja apa yang baik, barokah dan apa yang disuka.

Mulai dari mana?

Akan saya sambung di tulisan berikutnya. Nanti akan saya bahas hasil pertemuan dengan seorang Theoretical Physicist, pernah menjadi professor di Princeton dan Cambridge dan kini memfokuskan diri untuk membangun science di Afrika dengan mendirikan African Institut of Mathematic and Science.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *