*****

Ada dua hal yang yang menjadi kegemaran saya selama di Amerika. Pertama adalah membaca dan mengkaji buku-buku terkait produktivitas, yang kedua adalah belajar tentang budaya organisasi. Kegemaran saya ini berdasarkan atas keyakinan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki semua sumberdaya yang dibutuhkan untuk menjadi bangsa yang besar. Kita memiliki cukup SDM yang diperlukan untuk membangun semua lini. Hanya saja kita (mungkin) masih perlu belajar untuk membangun budaya kelompok atau organisasi dalam apapun levelnya agar potensi yang ada teramu dengan sempurna.

Beberapa tulisan lama saya tentang produktivitas diri dan budaya organisasi diantaranya:

Tulisan ini adalah kelanjutan dari postingan2 saya sebelumnya.

*****

Kita mungkin memiliki daftar keinginan (bucket list, wish list) yang kita tuliskan beberapa tahun lalu. Beberapa diantaranya seperti lanjut sekolah di luar negeri, keliling Indonesia, menulis buku atau membuat sekolah dan sebagainya. Jika kita buka wish list yang kita tulis beberapa tahun lalu, kira-kira berapa persen yang sudah terealisasi?

Seringkali kita tersedot jebakan rutinitas yang membuat kita lupa atau tak kuasa mewujudkan cita2 atau mimpi-mimpi kita. Padahal kata Nietsche: “The most basic form of human stupidity is forgetting what we are trying to accomplish”.

Rutinitas membuat kita sibuk dengan aksi “reaktif” atau tindakan-tindakan yang dilakukan karena kita dituntut untuk melakukannya, entah tuntutan bos, client atau yg lainnya. Pada akhirnya kita tak sempat untuk melakukan aksi “kreatif” alias tindakan-tindakan untuk mewujudkan wish list atau bucket list kita. Lantas bagaimana agar kita bisa menyeimbangkan ritme antara aksi reaktif dengan aksi kreatif?

*****

Ada beberapa benang merah yang selalu ada di setiap buku produktivitas yang saya baca. Pertama, orang produktif memiliki “very clear sense of purpose”, goal yang benar-benar nyata dan terukur. Oleh karena itu, saya belajar untuk selalu memecah wish list saya menjadi kepingan-kepingan goal yang terukur dan realistis untuk diwujudkan SETIAP HARI. Contohnya adalah alih-alih mencamtumkan “menulis dissertasi”, saya mencantumkan “tulis dua lembar chapter 3” di to do list saya. Pada akhirnya saya berhasil lulus S3 di waktu yang tepat tanpa melalui fase stres karena satu pekerjaan besar seperti menyelesaikan dissertasi berhasil saya pecah dan cicil berbulan-bulan sebelumnya.

Terkait dengan “wish list” yang besar dan “wow”, saya selalu ingat ajaran professor saya tentang “baby step”. Suatu waktu kita mungkin pernah berandai-andai ingin membangun sekolah, mendirikan pesantren atau wish list besar lainnya. Impian tersebut akan tetap menjadi angan-angan jika kita tidak melakukan langkah2 awal dan kecil alias baby step secara konsisten.

Saya ingin menulis buku tentang bagaimana Amerika dan China sangat digdaya dibidang sains dan teknologi. Baby step pertama saya adalah hunting buku terkait tema tersebut. Setelah saya menemukan buku2 yang relevan, baby step berikutnya adalah membaca dan membuat resume. Baby step berikutnya adalah membaca dokumen2 terkait bagaimana research funding ditetapkan dan didistribusikan, dan seterusnya.

Jadi jika kita ingin sekolah diluar negeri atau mendirikan panti asuhan atau sekolah apa kiranya baby step nya?

*****

Benang merah yang kedua adalah habit. We are what we repeatedly do kata aristoteles. Orang-orang produktif konsisten melakukan aksi kreatif di waktu yang sama bahkan di tempat yang sama. Jadi kalau wish list nya adalah menulis buku, maka luangkan waktu dan tempat yang ajeg setiap harinya untuk membaca atau menulis. Kita bahkan dianjurkan untuk melakukan tindakan2 kreatif di pagi hari, saat energi sedang memuncak sebelum disibukan dengan tindakan-tindakan reaktif.

Dulu saat kuliah di Bandung saya gemar berpikir dan berdiskusi tentang hal-hal besar. Kini saya selalu mengapresiasi, memperhatikan dan merawat hal-hal kecil. Yakni sekumpulan baby step yang saya pelihara dan pupuk setiap harinya.

Yang ketiga adalah fokus. “Success demands singleness of purpose”. Kata kuncinya adalah “hadir”. Satu kata sederhana namun susah diimplementasikan. Seringkali ketika saya Sholat, saya kepikiran riset fisika. Ketika riset, saya tergoda untuk membuka Facebook atau youtube. Ketika membuka FB, saya kepikiran problem riset yang belum tuntas. Di kantor terngiang2 wajah lucu anak, di Rumah terbayang kerjaan kantor. Untuk sekedar “hadir” pada apa yang sedang dikerjakan rupanya perlu latihan.

Buku-buku tentang produktifitas terbaru selalu mencantumkan bab terkait media sosial. Rupanya social media addiction itu nyata, mewabah dimana-mana dan semua sepakat tentang efek buruk sosmed bagi produktivitas.

Oleh karena itu, mantra baru favorit saya adalah “KILL the background noise.” Meraih tujuan bukan sekedar membuat To Do list melainkan juga NOT to do list. NOT to do list inilah yang seringkali dilupakan. Ada yang bilang bahwa perbedaan orang sukses dan sangat sukses adalah orang yang sangat sukses lebih banyak mengatakan “Tidak” dibanding orang yang sukses.

*****

Ajaibnya, semua benang merah diatas ternyata ada pada Shalat. Shalat melatih habit, tindakan berulang yang dilakukan di waktu dan tempat yang sama.

Shalat melatih “singleness of purpose” saat kita berusaha untuk betul-betul “hadir” dihadapan Allah. Kita berlatih untuk menghilangkan segala risau karena kita yakin bahwa kita sedang menghadap Dzat yang mengatur semuanya, termasuk hal-hal yang kita risaukan.

Orang yang mampu sepenuhnya “hadir” ketika Shalat akan mudah “hadir” saat melakukan tindakan-tindakan kreatif untuk mewujudkan wish list nya.

Dan setelah shubuh, makruh hukumnya untuk tidur. Islam menganjurkan untuk melanjutkan beraktifitas setidaknya sampai waktu syuruq. Waktu selepas shubuh adalah saat energi kita memuncak, saat terbaik untuk melakukan tindakan kreatif.

Juga saat sepertiga malam terakhir dimana kita dianjurkan untuk bangun, menjauhkan lambung dari waktu tidur.

Trust me, it works! Beberapa problem riset yang lumayan pelik saat saya mengambil PhD terpecahkan di waktu-waktu mustajab tersebut.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *