2009:

Usia saya saat itu 23 tahun, masih lajang dan baru lulus dari ITB. Kuliah yang idealnya ditempuh dalam waktu 4 tahun baru bisa diselesaikan setelah 6 tahun. Kata kawan-kawan saya ini memang telat nakal. Kawan2 baik saya di Bandung dulu ada yang mantan anggota geng motor, ada pula yang pernah terlibat tawuran ganas semasa smp atau sma. Sementara saya yang lurus-lurus saja semasa sekolah baru berkesempatan nakal saat kuliah. Maka kuliah saya pun sempat berantakan. Tiga semester pertama IP saya selalu diatas 3,5 bahkan pernah 4,0. Namun setelah mencicip organisasi kampus saya pun ketagihan dan lupa diri.

Saya ketagihan dengan kontestasi politik (level kampus) dan terbuai kenikmatan panggung dan sorotan. Karir organisasi saya melesat, mulai dari kroco tukang tempel poster, beranjak ke tim kaderisasi, melesak jadi Komandan lapangan ospek se-ITB, menjabat sebagai ketua himpunan fisika dan berakhir sebagai presiden kabinet keluarga mahasiswa ITB.

Tidak lama setelah terpilih sebagai presiden mahasiswa, saya bertemu dengan mantan presiden KM yang memberi saya satu petuah berharga: “Hati-hati, jangan sampai menjadi megalomania!” Nasihat yang (sayangnya) cepat sekali saya lupakan.

10 tahun lalu saya adalah seorang pemuda dengan nyala membara. Merasa diri sebagai (calon) orang besar yang akan menentukan arah gerak Republik. Barangkali tanpa disadari hati saya dihinggapi atribut2 yang waktu itu menjadi kritik bagi anak ITB: Kepedean, ambisius, rada arogan. Barangkali saya dihinggapi rasa megalomania.

Barangkali ada yang salah dengan seperangkat doktrin yang saya terima sejak pertama kali saya menginjakan kaki di ITB: “Selamat datang putra-putri terbaik bangsa”, “The last strong hold”, “Agent of change” dan sebagainya.

10 tahun lalu saya masih menyimpan nyala yang sama dengan yang saya ucapkan saat debat capres KM ITB. Sewaktu ada yang bertanya kenapa mau maju jadi capres, saya jawab dengan lantang : “Saya ingin belajar memimpin 10ribu mahasiswa ITB sebelum nanti saya memimpin 300 juta rakyat Indonesia.”

10 tahun lalu saya meninggalkan Fisika, cinta pertama saya. Saya lanjut S2 di Studi Pembangunan ITB untuk belajar kebijakan publik. Saya juga memulai bisnis bersama beberapa kawan. Kebijakan publik dan bisnis saya pandang sebagai kombinasi sempurna untuk mengantar ke posisi puncak di negeri ini.

*****

Namun cinta pertama memang takkan pernah terlupa. Saya kangen dengan fisika. Tahun berikutnya saya menikahi seorang wanita luar biasa. Wanita ini membuat saya “tenang”, perlahan menggerus ambisi dan hasrat pada hal-hal yang sebenarnya fana. Bersama wanita ini saya belajar memilah mana yang berharga dan mana yang fatamorgana.

Dan wanita ini membantu saya menemukan kembali cinta pertama saya, Fisika.

2019:

Kini saya berada diantara sekumpulan orang yang sedang mencari jawaban atas pertanyaan yang diajukan 2000 tahun lalu. Apa penyusun dasar (fundamental building block) dari alam semesta? Bagaimana elemen dasar ini berinteraksi hingga terbentuk alam semesta dengan keseimbangan yang sempurna?

Kini saya bersama orang2 yang bekerja di dua mesin raksasa pembelah atom. Dua mesin raksasa pemecah inti atom ini mempercepat berkas elektron dan proton hingga berenergi GeV (Milyar elektron volt) sebelum ditembakan ke inti atom (proton dan neutron). Dua accelerator particle ini adalah alat raksasa untuk membedah inti atom dan mempelajari bagaimana quark dan gluon menyusun proton dan neutron. Pemercepat partikel ini adalah mikroskop raksasa untuk mencari partikel eksotis yang (barangkali) terbentuk dari serpihan-serpihan proton dan neutron.

*****

Saya memandang dua badge berlogo department of energy USA ini dengan rasa haru dan syukur. Satunya dari Jefferson Lab. dan satunya lagi dari FermiLab.

Jefferson Lab. dan Fermilab adalah salah dua pusat penelitian nuklir dan partikel di Amerika. Nama besar Jefferson Lab dan FermiLab sudah saya dengar sejak SMA. Alhamdulillah.. Allah memberi saya kesempatan untuk riset di dua lab. ini.

Saya punya feeling (juga memanjatkan doa) semoga Allah menjodohkan saya dengan badge ketiga berlogo department of energy yakni Los Alamos National Laboratory.

Laboratorium yang didirikan saat perang dunia kedua ini merupakan bagian dari Manhattan project, tempat lahir “little boy” dan “fat boy” yang menghancurkan hiroshima dan nagasaki pada tahun 1945.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *