Serba-Serbi Tentang Data Science Part-2

Setelah dinobatkan sebagai the sexiest job di abad 21, Lowongan data scientist kini menghiasi berbagai situs pencarian kerja di Amerika. Menguatkan prediksi bahwa dua tahun lagi Amerika akan kekurangan hampir 200ribu data scientist.

Coba saja masukan kata kunci: data scientist & Amerika pada situs pencarian kerja. Kita akan menjumpai banyak sekali lowongan, diantaranya terkait aplikasi machine learning untuk meningkatkan performa bisnis. Banyak juga terkait aplikasi machine learning di BioMedic; seputar gen, DNA dan sebagainya.

Namun yang mengejutkan adalah lowongan dari Facebook. Facebook mencari data scientist yang akan mengaplikasikan machine learning untuk kebijakan publik. Diharapkan data scientist tersebut akan bekerja sama mulai dengan NGO, Government hingga “key policy maker”.

Apa hubungannya?

Nampaknya tidak ada yg membantah bahwa arab spring terjadi karena sumbangsih Facebook. Revolusi di Tunisia tidak akan terjadi jika kabar orang yg bakar diri tidak tersebar luas di FB. Demikian juga dengan di Mesir.

Waktu itu FB tak hanya menjadi ajang pertukaran informasi, melainkan juga Koordinasi, yg berlanjut pada Revolusi.

Dan kini FB melangkah lebih jauh lagi. Dengan idiom “yang menguasai data akan menguasai dunia”, FB akan menambang habis harta karun terbesar yg ia punya : Data.

Sebagai contoh dengan postingan yang bertebaran tentang Brexit, ditambah data link yg dishare, hasil vote brexit seharusnya sudah bisa diprediksi beberapa bulan sebelumnya dengan menggunakan perpaduan text mining, sentimen analysis dan tentu saja dengan machine learning.

Karena di buku pengantar machine learning saja ada contoh tentang bagaimana machine learning bisa memprediksi rating satu film di IMDB dari kumpulan text review film.

Maka bisa dibayangkan betapa besar kekuatan politik Facebook dengan data yang ia punya. Jangan2 perkawinan Google+Facebook bisa lebih powerfull dibanding CIA.

Tak heran pemerintah China memblok mati2an Google dan FB. Tak heran Jokowi sengaja menyempatkan berkunjung ke Facebook.

****

Saya baru saja menamatkan satu buku ekonomi. Ternyata sejarah ekonomi satu abad terakhir berkisar tentang tarik menarik antara apa yg seharusnya menjadi fokus pemerintah serta sikap pemerintah terhadap market.

Paska perang dunia ekonom berpendapat bahwa pemerintah harus mengintervensi market (regulasi) dan fokus pada kebijakan fiskal (Pajak dan belanja pemerintah) untuk membangun kembali ekonomi yg porak poranda.

Lalu tahun 70an, Ronald Reagan dan Margaret thatcher diilhami salah satunya oleh Milton friedman mendorong pasar yg bebas intervensi (Deregulasi). Juga menyerukan agar pemerintah fokus dengan satu variabel: peredaran uang (aliran monetarism).

Dan kini, orang-orang seperti J. Stiglitz (Nobelis ekonomi) kembali menyerukan intervensi alias regulasi. Paparan lebih lengkap oleh Stiglitz bisa dibaca di “Rewriting the rule of the american economy”.

Mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada ekonom, saya melihat kegamangan bolak balik diatas disebabkan ekonom yg terlalu menyederhanakan masalah dengan melokalisir hanya pada segelintir variabel penentu.

Contohnya adalah kurva yang menghubungkan relasi antara inflasi dengan tingkat pengangguran. Keyakinan pada kurva ini memberi pandangan kaum monetaris bahwa pemerintah lebih baik fokus pada pengendalian inflasi dengan menggunakan instrumen moneter. Lupakan Full Employment! ( ini salah satu kritik utama stiglitz, dia menyerukan agar pemerintah kembali fokus pada full employment).

Dalam bahasa Fisika, menurut saya Ekonom gagal mengidentifikasi “degrees of freedom” dari sistem ekonomi. Saya yakin terdapat “another degrees of freedom” yang memungkinkan pengendalian inflasi bisa berjalan seiring dengan fokus pada Full employment (pemberantasan pengangguran).

Upaya untuk mengeksplor keterkaitan antara multi variabel yang tidak linear sebenarnya telah berlangsung lama: Teknik of MultiVariat Analysis, System Dynamics, Game Theory hingga Econophysics.

Saya tidak tahu pasti bagaimana perkembangannya saat ini, yang jelas dua tahun lalu hampir semua lembaga terkemuka dunia gagal memprediksi harga minyak dunia yang drop sampe 30an$ per barrel. Dua tahun lalu semua optimis dengan ekonomi Rusia dan Brazil. Namun nyatanya saat ini pertumbuhan ekonomi keduanya minus.

Kondisi serba unpredictable ini adalah tantangan bagi pegiat Machine Learning serta data scientist untuk membuktikan keDigdayaan Algoritma masing2. Bisakah Data scientist dengan senjata machine learningnya memberi prediksi yg lebih akurat?

****

Saya teringat, bertahun-tahun lalu ada yang bilang bahwa masa depan adalah eranya spesialis-generalis. Prediksi yang telah menjadi kenyataan.

Dengan kata lain, dunia saat ini membutuhkan orang2 yang memiliki (minimal) satu keahlian spesifik, juga wawasan yang luas. Contohnya adalah data scientist, dia adalah programmer yang juga punya sense kuat akan data ekonomi, bisnis hingga Biologi.

Namun Seperti kata pembimbing S1 saya dulu, kita tidak bisa mengasah dua sisi pisau bersamaan. Jadi mustahil seseorang menjadi generalis tanpa punya (minimal) satu spesialisasi skill. Jadi kuatkan dulu satu keahlian sebelum “melirik” ke bidang lain.

****

AlhamduLillah, saya bersyukur berjodoh dengan Fisika. Kalau kata orang Filsafat adalah “induk” pengetahuan, maka kata saya Fisika adalah “perempatan” pengetahuan. (Promosi he he).

Oke, Now it’s time to go back to Nuclear physics.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *