Menggagas Platform Kebaikan & Pergerakan

(Catatan Perjalanan Bdg-Jkt-BSD Part 4/10)

Saya sempat bersilaturahmi dengan Ustadz Rendy Saputra di Bandung beberapa hari lalu. Banyak hal kita diskusikan. Satu hal yang kita sepakati adalah keyakinan bahwa DNA berbagi kawan2 kita sebenarnya besar. Yang diperlukan adalah medium untuk channeling DNA berbagi tersebut. Dalam lingkup yang lebih besar, yang diperlukan adalah platform untuk kebaikan dan pergerakan bersama.

Dan Ustadz Rendy telah menciptakan satu medium untuk berbagi yang menyasar kebutuhan paling dasar yaitu pangan. Melalui wadah Berkah Box, beliau menghimpun donasi dalam unit kecil (10ribu rupiah) untuk disalurkan dalam bentuk box makanan secara langsung. Saat ini beliau tinggal di Bandung sembari mengasuh berbagai majelis ta’lim dan komunitas dakwah.

Medium serupa namun untuk berbagi waktu (volunteer) saya temukan di Charlottesville, kota tempat saya tinggal di Amerika. Charlottesville termasuk kota tujuan pencari suaka (refugee). Banyak sekali refugee yang datang dan tak bisa berbahasa Inggris. Organisasi LVCA (Literacy Volunteer Charlottesville/Albemarle) memiliki misi untuk mengumpulkan para volunteer yang mau mengajari para refugee bahasa Inggris. Para volunteer bisa mendonasikan waktunya meski hanya 1 jam per minggu.

Jika berkah box mengumpulkan donasi uang dalam unit kecil (10 ribu), LVCA mengumpulkan donasi waktu dalam unit kecil (1 jam per minggu), Wikipedia juga mengumpulkan donasi pengetahuan dalam unit kecil (artikel).

Pada intinya, kita perlu satu platform yang memiliki berbagai medium sebagai sarana berbagi, entah uang, waktu, pengetahuan atau bahkan jejaring.

****

Perjumpaan saya dengan kawan2 lain beberapa hari lalu tak bisa lepas dari perbincangan ketika kami menjadi tim sukses dalam ajang pemilu IA ITB dua tahun lalu. Tak bisa dinafikan bahwa ada kerinduan dan kenangan indah yang ingin diulang ketika dua tahun lalu kami bereksperimen dengan ide yang tak lazim.

Holacracy, demikian label yang diusung oleh kandidat Saska. Ustadz Rendy menyebutnya sebagai gerakan Demokrasi tanpa bandar. Selama 3 bulan kami membangun jejaring alumni ITB (mayoritas generasi milenial dan genZ) secara organik hingga terkumpul ~5700 suara meski tanpa modal yang memadai.

Pada akhirnya kami kalah, namun banyak sekali berkah dari momen tersebut. Saya mengibaratkan seperti project pendaratan manusia ke Bulan. Secara harfiah, tidak ada yang bisa dimanfaatkan dari batuan bulan. Namun, project Apollo berhasil membentuk supply chain research serta industri pendukung yang kokoh di Amerika.

Berkah dari momen pemilu 2 tahun lalu adalah terbentuknya jejaring informal ribuan alumni terutama kelompok profesional termasuk diaspora dari berbagai benua (pemilu dua tahun lalu melibatkan kandidat yang tinggal di bandung, ketua timses di Amerika, ketua tim branding di Jerman, koordinator angkatan 201X di Jepang dan koordinator lain ada di timur tengah).

Background profesional para alumni pun sangat bervariasi, mulai dari dari oil & gas, renewable energy, finance, software hingga world bank. Umumnya mereka saat ini masih diposisi sebagai middle manager. Namun dalam 10-20 tahun lagi mereka akan menempati posisi puncak di bidang nya masing-masing. 10-20 tahun lagi mereka adalah para pemain kunci di industri2 strategis.

****
Dari bincang-bincang dan silaturahmi kemarin muncul ide untuk kembali merajut jalinan silaturahmi atau bahasa kasarnya adalah kembali mengaktivasi jejaring dan mengokohkannya.

Dan upaya ini tentu memerlukan platform atau momen (momentum). Contohnya kita bisa menggunakan momentum politik 2024 seperti persekongkolan untuk mendukung seseorang sebagai Bandung-1. Efeknya singkat namun tidak kokoh. Atau kita bisa menggunakan platform untuk channeling langkah-langkah kecil, baby step yang dipupuk pelan-pelan, dipelihara secara konsisten hingga 10-20 tahun lagi akan kita petik hasilnya.

****
Saska, sahabat saya yang revolusioner mengirim video Nobel summit 2023 hari ini. Satu hal yang menohok dari salah satu lecture nya adalah statement bahwa problem peradaban kita hari ini adalah: Paleolithic emotion, Medieval institution ,God-like technology.

Intinya adalah kita dihadapkan pada perkembangan teknologi yang dahsyat, seperti Artificial Intelligence dan Kuantum komputer namun institutusi kita masih kuno (medieval = abad pertengahan). Oleh karena itu, diperlukan institusi atau platform yang adaptif, organik dan mampu melakukan navigasi di abad yang sangat uncertain.

Jika orang teknik mesin mengenal bio-inspired machine, orang computer science mengenal bio-inspired algorithm, maka kita harus merumuskan bio-inspired organization sebagai platform bersama untuk melakukan kebaikan.

****
Ustadz Rendi mengusulkan satu baby step untuk memulainya, yakni pertemuan2 informal rutin setidaknya di Bandung dan Jabodetabek. Bentuknya bebas, bisa dalam bentuk talk (Nusantara talk) untuk sharing informasi dan mengumpulkan orang dengan interest dan expertise serupa.

Saya setuju karena saya adalah penganut mahzab baby step, langkah-langkah kecil yang dilakukan secara konsisten, dipupuk pelan-pelan dengan sabar hingga akhirnya membuahkan hasil yang indah.

Dari 3 orang legenda di Sejarah Jepang yakni Nobunaga, Hideyoshi dan Ieasu, mungkin saya lebih mirip Ieasu. Saya tidak seperti Nobunaga yang berapi2, atau Hideyoshi yang taktis. Saya lebih suka diam, sabar dan menunggu saat yang tepat seperti Ieasu.

Dan sejarah membuktikan bahwa rezim Ieasu atau lebih dikenal sebagai rezim Tokugawa adalah rezim terpanjang sebelum berakhir di era Meiji.

***
Foto kiri atas: Karena saya tidak sempat berfoto dengan Ustadz Rendy, sebagai gantinya saya gunakan foto dua tahun lalu
Foto kanan atas: persekongkolan di Bandung
Foto bawah: persekongkolan di Jakarta

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *