Bismillah..

Sore tadi telepon saya tiba-tiba berdering, nomor tak dikenal muncul di layar HP. Biasanya saya tidak mengangkat panggilan tak dikenal, namun entah kenapa kali ini saya putuskan untuk menjawab. Setelah mengucap salam “Assalamu’alaikum” sang penelpon yang berasal dari Malaysia memperkenalkan dirinya. Beliau mendapat nomor contact saya dari kawan Bangladesh dan mengajak untuk bersilaturahmi bada Maghrib di Masjid Kampus.

Sebenarnya saya sudah berniat untuk pulang dini mengingat “Tallahassee Weather” meramalkan hujan badai malam ini. Namun demi meraup berkah silaturahmi saya putuskan untuk memenuhi undangan beliau.

Ada empat orang dari Malaysia yang sedang berkunjung ke Tallahassee. Mereka adalah rombongan dari Jamaah tabligh yang sedang berdakwah selama empat bulan di Amerika. Dua diantaranya adalah professor dan pensiunan professor dari Universitas teknologi Malaysia dan Universiti Sains Malaysia.

Jamaah Tabligh merupakan organisasi dakwah yang visi utamanya adalah menyisihkan 10% waktu hidup anggotanya untuk keluar berdakwah. Kalau tidak salah pilihannya adalah 3 hari tiap bulan atau 40 hari setiap tahun atau 4 bulan setiap dua/tiga tahun. Di Tallahassee kelompok Islam terbesar memang Jamaah Tabligh disamping Kelompok kawan2 Turki yang merupakan bagian dari jaringan Fethullah Gullen. Di Amerika Jamaah Tabligh berpusat di Miami.

Silaturahmi memang membawa berkah. Ada beberapa hikmah yang saya dapat dari perjumpaan singkat ini. Saya mendapat cerita tentang suka duka beliau2 ketika berdakwah di berbagai penjuru dunia. Dua tahun sebelumya beliau berdakwah di Suriname. Apa yang beliau dakwahkan salah satunya adalah membetulkan arah kiblat puluhan masjid di Suriname. Alih2 menghadap masjidil Haram, arah kiblat di beberapa masjid suriname membelakangi kabah. Rupanya ratusan tahun silam ketika Belanda membawa paksa orang2 Islam dari Jawa, mereka masih berpatokan bahwa kiblat adalah menghadap barat seperti halnya kiblat di Jawa.

Dilain waktu mereka menjumpai perkampungan muslim asal Bosnia di Amerika dimana masih banyak yang belum bisa Sholat. Hal ini disebabkan dakwah yang terputus ketika mereka mengungsi sehinggga satu generasi berikutnya tidak pernah mendapat pendidikan Islam.

Ada getar kedamaian ketika berbincang dengan mereka. Saya melihat wajah-wajah teduh yang nampaknya sudah mewakafkan diri dan hidupnya untuk dakwah. Saya merasakan aura orang2 yang nampaknya sudah tak lagi “menggenggam” dunia.

Dan hikmah terbesar nya adalah kegalauan saya yang sedikit terobati. Insya Allah maksimal satu tahun lagi saya akan menjadi seorang PhD. Dan kegalauan saya tentu saja terkait perjalanan hidup pasca PhD. Rencana saya adalah berkarir dulu di Luar negeri selama beberapa tahun sebelum pada akhirnya nanti pulang ke Indonesia. Sebenarnya saya harus bersyukur mengingat kegalauan saya disebabkan salah satunya karena pilihan karir yang luas bagi PhD Fisika :

1. Postdoc di US di bidang yang sama (particle physics). Professor saya suatu saat pernah bilang :” Jangan khawatir untuk postdoc pertama.” AlhamduLillah tiga kawan (satu group) sebelumnya tidak ada yang mengikuti upacara wisuda karena mereka langsung mendapat kerja (postdoc) bahkan sebelum lulus di Fermilab, Cern, dan Switzerland.

2. Postdoc di Eropa (Jerman). Professor saya punya koneksi kuat di Bonn. Selain satu orang yang memutuskan langsung pulang ke Korea, semua eks mahasiswa Professor saya mendapat postdoc di JLAB, Bonn dan satu orang di Switzerland.

3. Meninggalkan fisika dan beralih ke Industri. Terpikir untuk mencoba peruntungan dengan melamar ke perusahaan2 seperti google, IBM, Intel, microsoft dsb.

4. Kabur ke WallStreet.

5. Mencoba melamar ke Saudi Arabia. Kawan saya orang Bangladesh langsung diterima di Saudi. Saya memang pernah mendengar jika banyak universitas di Saudi yang sangat welcome bagi alumni US. Jujur pilihan ini semakin menguat setiap harinya. Salah satunya karena saya dan istri ingin menunaikan Ibadah Haji secepatnya. Alasan lainnya adalah karena saya ingin ngaji, memperdalam ilmu agama di Tanah haram; disamping ingin memupus kerinduan dengan sering2 berziarah ke Makam Rasulullah Saw.

********

Kegalauan saya sedikit pupus setelah tadi tersentak wejangan oleh brother dari Sudan : “You came here to America to Establish the Diin!”

Sentakan ini mengundang ingatan akan wejangan mbah saya sebelum berangkat kesini : “Indonesia, Amerika, semuanya sama-sama Bumi Allah.”

Ya, semuanya adalah bumi Allah. Maka dimanapun kita berada ada dakwah yang harus disemai, ada misi sebagai pengemban Rahmatan lilAlamin yang harus ditunaikan.

Nasihat biasa ini berdampak luar biasa karena saya mendengarnya di tempat luar biasa serta di tengah orang2 luar biasa. Saya mendapat nasihat ini di tengah wajah-wajah teduh yang telah mewakafkan waktu dan hidupnya untuk dakwah.

Bukankah tersebarnya Islam di Nusantara karena ulama2 terdahulu dan wali generasi pertama telah mengemban misi “pergi dan tak kembali” demi “Establish Diin” di Nusantara?

*****

Niat memang sangatlah vital. Saya teringat sepenggal cerita Buya Hamka. Alkisah ada seseorang yang mengadu ke Buya Hamka. “Buya, kenapa di kota Mekkah ada pelacur?” Jawab Buya : “Saya waktu pergi ke Los Angeles dan Newyork tidak menemukan pelacur disana.” “Ah tidak mungkin Buya, di Mekah saja ada koq, di Amerika pastilah jauh lebih banyak.” Sanggah orang itu.

“Kita memang hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari.” Kata Buya sambil tersenyum. “Meskipun perginya ke Mekah, tapi kalau niatnya mencari hal-hal buruk maka setan dan jin tidak akan kehilangan cara untuk membantu mendapatkannya.” Sambung Buya Hamka.

*****

Tetangga di desa pernah memberikan warning sebelum saya berangkat ke US :”Hati-hati nanti menjadi liberal!” Saya hanya menanggapinya dengan senyum. Saya berangkat ke Amerika dengan niatan untuk ngaji. Dan AlhamduLillah, justru di tempat yang konon katanya sekuler dan liberal ini saya malah berjodoh dengan berbagai hikmah yang luar biasa.

Lewat perjumpaan dengan kawan2 Turki, saya berkenalan dengan Said nursi Badruzzaman melalui magnum opus nya “Ar risalah”. Lewat perjumpaan dengan kawan2 Malaysia dan Sudan saya berkenalan dengan mantra : dimanapun kita berada, tugas kita adalah “Establish Diinul Islam.” Dan cara ampuh untuk “Establish Diin” adalah akhlak mulia.

Meski perginya ke Saudi Arabia, namun jika niat saya sekedar mengumpulkan dinar dan dirham barangkali saya tidak akan mendapat lebih dari yang saya niatkan.

*****

Berkah dari silaturahmi, kegalauan saya terobati. Sekarang saya lega. Insya Allah saya ikhlas kemanapun Allah akan melabuhkan saya dan keluarga.

Karena Bumi Allah dimana-mana. Karena dimanapun kaki kita berpijak, ada dakwah yang harus disemai. Karena kita tidak pernah tahu, dengan jalan apa kita bisa sampai pada cinta-Nya.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *