Beberapa hari lalu saya posting tentang seorang “biasa” alias no one yang dimuliakan Allah dengan utuhnya jenazah meski telah berpulang selama 10 tahun.

Seorang “biasa” yang amalnya juga terlihat biasa, namun barangkali menjadi luar biasa karena beliau hanya mengamalkan dengan ikhlas sedikit hal yang diketahuinya. Dan banyak saya temui di kampung orang2 demikian.

Almarhum mbah saya hanya seorang supir truk. Beliau adalah orang biasa yang mungkin cuma tahu bahwa kunci selamat adalah menjaga shalat. Maka pengetahuan yang “sedikit” itu pun beliau amalkan sungguh2. Ibu saya pernah diajak mbah naik truk dan ketika sayup2 terdengar adzan di tengah hutan, beliau langsung turun, tayammum dan shalat.

Almarhum mbah saya meninggal dengan “nikmat” ketika saya smp. Suatu sore beliau pingsan, ketika bangun beliau sudah dikelilingi anak cucunya. Beliaupun mengucap doa “Allahumma Qablal maut dst.. ” lalu beliau pun berwasiat sebelum berpulang bebrapa jam kemudian.

Saya beberapa kali menjumpai hal demikian di kampung. Orang2 yang berIslam dengan sederhana, dengan pemahaman yang sangat sederhana, amalan yg juga sederhana, namun Allah memuliakannya, setidaknya dengan memperlihatkan akhir hayat yang demikian nikmat.

Kata Rasul, kematian adalah nasihat. Orang cerdas adalah orang yg banyak mengingat mati. Kira2 bagaimana ending hidup kita?

Problemnya adalah saya banyak tahu. Jika saya tidak beruntung mendapat boarding pass “tanpa hisab”, betapa dahsyat hisab dan pertanggungjawaban saya nanti kelak.

Berbeda dengan orang2 “biasa” yang saya sebut diatas, saya adalah orang yang jauh diatas biasa. Saya berpendidikan tinggi, lulus dari ITB dan hampir PhD dari Amerika.

Ini adalah kenikmatan tidak biasa yang barangkali kelak akan ditanya.

Saya adalah (calon) ulama Fisika yang belum satupun menulis kitab tentang Fisika, hal lain yang barangkali kelak juga kan ditanya.

Saya dulu aktif berorganisai dikampus, membuat saya tahu sedikit ilmu organisasi. Hal lain yang kelak akan ditanya.

Saya adalah orang berada, setidaknya saya dan keluarga makan enak dan tidur nyenyak. Saya jg berkesempatan mengunjungi beberapa negara berbeda.

Dan seterusnya…

Tapi saya adalah orang celaka jika amalan orang2 “biasa” diatas ternyata jauh diatas saya. Orang2 yang tahu sedikit, dapat sedikit, namun dilakukan dengan ikhlas dan mendapat kemuliaan dari Allah.

Dengan semua hal yang saya tahu dan saya punya, saya pesimis bisa survive hisab dan pertanggungjawaban.

Kecuali jika saya beruntung mendapat boarding pass tanpa hisab.

Barangkali lebih beruntung menjadi orang biasa, jika kita tidak sanggup bertanggung jawab atas ketidak biasaan yang Allah karuniakan.

Pada akhirnya memang semua berpulang kepada Rahmat dan ampunan Allah. Tak ada ibadah yang mampu mengimbangi timbangan nikmat dari Allah. Janganlah sampai kita berbangga dan merasa aman dengan amal.

Dan kita tidak pernah tahu, apakah kita mendapat Rahmat dan ampunan Allah atau tidak.

Suatu saat ada orang bertanya kepada waliyah Rabiah al adawiyah. “Jika saya bertaubat, apakah Allah akan mengampuniku?”

Kata Rabiah: “Jika Allah mengampunimu, maka engkau akan bertobat!”

Jika Allah mengampunimu, maka engkau akan beristighfar!

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *