Drama dibalik Mesin Pembelah Inti Atom

17 Februari 1983 : Keriuhan Washington.

Auditorium besar yang terletak di Washington DC pagi itu telah dipenuhi orang. Suasana tegang demikian terasa, masing masing sibuk menerka siapa yang akan memenangkan pertarungan dalam kontes desain mesin pembelah atom. Yang pasti siapapun pemenang terpilih akan menentukan arah dan perkembangan riset fisika nuklir di dunia.

Forum yang dimulai pagi itu berlangsung bebas, terbuka, juga panas. Maka momen itu, 17 Februari 1983 di kemudian hari dikenal sebagai “Keriuhan Washington”.

1964 – 1970 : Krisis teori Nuklir

Tahun 1964, Gellmann (nobelis fisika) dan Zweig berteori bahwa berbagai properti partikel yang memiliki kekuatan interaksi sangat besar (strong Force) bisa dipahami jika diasumsikan bahwa proton dan neutron bukanlah partikel fundamental. Dengan kata lain ada partikel yang lebih kecil, atau lebih fundamental yang menyusun proton dan neutron. GellMann menyebut partikel ini dengan sebutan quarks.

Problemnya adalah individu quark tidak pernah teramati. Ada satu mekanisme misterius yang membuat quark selalu terikat dengan sesamanya. Misteri yang belum terpecahkan asal usulnya sampai detik ini dikenal dengan “quark confinement”.

Awalnya fisikawan skeptis dengan teori ini, sampai akhirnya Frideman dkk (nobelis fisika) dari Standford Linear Accelerator (SLAC) menyodorkan bukti tak terbantahkan akan keberadaan quarks.

Temuan ini tak hanya mengukuhkan GellMan sebagai orang yang layak mendapat Nobel, namun disisi lain juga menyebabkan krisis teori nuklir. Bagaimana sifat, properti inti atom dipahami dari sudut pandang bagaimana antar quark berinteraksi menjadi pertanyaan besar saat itu.

1977-1979 : Ambisi Paman Sam

Saya pernah membaca cuplikan dokumen2 master plan pengembangan riset di Amerika. Yang unik adalah dokumen2 itu penuh dengan kata semacam : ” Demi meneguhkan superioritas Amerika di bidang…. ” atau ” bertujuan untuk mempertahankan dominasi amerika di bidang…” dsb.

Paman Sam memang selalu berambisi untuk menang di semua lini. Maka krisis teori Nuklir ini pun memicu Amerika untuk (lagi lagi) membuktikan dominasinya.

Setelah membentuk beberapa panel, pada tahun 1979 Nuclear Science Advisory Commitee (NSAC) memasukan pembangunan satu akselerator baru dalam rencana jangka panjangnya.

1979 : Ambisi besar menembus batas teknologi.

Paman Sam memang ambisius. Untuk membelah inti atom hingga quark bisa “disentuh” tentu memerlukan “pisau” yang sangat tajam. Pisau ini adalah berkas elektron yang dipercepat hingga mencapai energi beberapa Milyar elektron Volt.

Persoalannya, untuk membelah inti atom hingga bisa mengakses quark selain memerlukan berkas elektron berenergi tinggi juga berkas yang kontinyu.

Sampai saat itu, pemercepat partikel dimanapun selalu menggunakan teknik tembakan terputus. Untuk mengontrol pergerakan partikel berenergi tinggi diperlukan arus yg sangat tinggi, sedemikian tingginya hingga Logam apapun akan meleleh. Oleh karena itu, setelah satu berkas ditembakan, sistem pendingin akan dijalankan. Ketika sistem sudah mendingin, berkas berikutnya pun ditembakan, demikian seterusnya.

Bukan Paman Sam kalau tidak tertantang menjadi pionir. Maka atas rekomendasi NSAC, department of energy lantas membuka sayembara kepada khalayak untuk mendesain mesin pembelah inti atom yang mampu menembakan berkas elektron berenergi tinggi secara kontinyu. Hadiahnya adalah 500 juta dollar untuk merealisasikan mesin yang didesain.

Musim semi, 1980 : Ketika sekumpulan pelanduk ingin bertarung dengan gajah.

Ketika desas desus akan sayembara diatas mulai tersebar luas, beberapa gajah mulai bersiap. Diantara yang paling antusias adalah MIT (kampus terbaik d dunia dalam hal sains dan teknik) serta laboratorium nasional seperti Argonne dan NIST.

Namun pada musim semi tahun 1980 beberapa pelanduk yakni universitas “lapis kedua” berkumpul, dimotori oleh Universitas Virginia. Mereka juga ingin ambil bagian dalam pertempuran ini. Kemudian sekumpulan pelanduk ini pun membentuk Southeastern University Research Association (SURA).

Dengan tergesa-gesa, SURA pun akhirnya turut membuat desain akselerator elektron.

Mampukah mereka mengalahkan sang gajah?

1980 – 1982 : Perang Opini.

Tahun 1980-1982 berlangsung perang opini antara pihak2 yang ingin mengikuti sayembara. SURA dan Argonne mengajukan desain pemercepat elektron berenergi 4 Milyar elektron Volt (4 GeV) sementara MIT bersikukuh membangun mesin berenergi 2 GeV dengan fokus untuk mempelajari inti atom kompleks (complex nuclei).

MIT berpendapat bahwa 4 GeV belum cukup tinggi untuk mengakses quark, jadi lebih baik dana besar itu digunakan untuk mempelajari complex nuclei. Selain itu mesin 4 GeV terlalu mahal untuk dibangun.

Feb – April 1983 : Keberuntungan Pelanduk.

Kembali ke keriuhan Washington, kadangkala sejarah besar ditentukan oleh hal kecil, baik aksi kecil maupun kesalahan kecil.

Orang bilang perang dunia dua (mungkin) akan dimenangkan Hitler seandainya para perwira Nazi berani membangunkan hitler yang tidur pulas ketika pendaratan normandia berlangsung. Saat itu Jerman sebenarnya sudah mengetahui mendaratnya satu juta pasukan sekutu. Jerman juga memiliki cukup pasukan untuk memukul sekutu yang baru mendarat. Sayangnya jerman kehilangan beberapa jam, tidak melakukan apapun karena tak ada yg berani membangunkan Hitler dari tidur pulasnya.

Dan momen semacam itu dialami MIT, MIT terlambat hadir dan baru muncul di hari kedua keriuhan washington. Di hari pertama keriuhan washington, department of energy (DOE) sudah cukup teryakinkan untuk menaruh uang di mesin 4 GeV.

DOE tinggal memutuskan untuk memilih desain SURA atau Argonne national lab.

Orang2 Argonne sebenarnya jauh lebih unggul dibanding SURA. Sang gajah lebih kuat dibanding pelanduk. Namun terkadang keterbatasan justru menjadi kelebihan.

Argonne mengeluarkan desain yg sangat canggih. Kelemahannya adalah jika desain ini gagal, maka akan gagal sepenuhnya alias tidak ada berkas yg ditembakan.

Sementara desain SURA lebih tradisional. Namun jika desain ini gagal, karena didasarkan atas teknologi yang sudah mapan maka tetap ada berkas elektron yg ditembakan. Setidaknya SURA punya plan B untuk menggunakan berkas yg keluar jika desain gagal (meski sudah tak lagi cocok untuk mempelajari quark).

SURA juga punya argumentasi tambahan : pembangunan mesin ini akan menghidupi Sekumpulan universitas bagian tenggara Amerika.

Akhirnya, SURA si kumpulan pelanduk memenangkan sayembara.

1983 – 1985 : Pertarungan politik.

Argonne tak menerima kekalahan, Ia mengajukan banding. Maka pertarungan ini pun melebar menjadi pertarungan politik di Kongres Amerika. Dengan dukungan Senator Lousiana dan oregon, Argonne berhasil memaksa DOE untuk membuat PK alias peninjauan kembali.

Namun keputusan akhirnya tetap memenangkan SURA.

1985 – sekarang : Berlayar ditengah badai.

Mesin pembelah atom ini akhirnya diberi nama CEBAF atau Continuos Electron Beam Accelerator Facility, dan institusinya diberi nama Thomas Jefferson National Laboratory alias JLAB, tempat riset saya selama menjalani PhD.

Pembangunan serta keberlangsungan riset partikel di JLAB melibatkan organisasi raksasa berisi ribuan orang.

Organisasi ini sangat dinamis, terutama karena semua mesin pemecah atom (termasuk JLAB) didesain dengan komponen teknologi yang sebagian belum tersedia ketika desain disahkan.

Kadang2 teknologi hadir lebih cepat, seperti superkonduktor berbasis Niobium yang membuat SURA merevisi besar2an desainnya.

Sebagian memerlukan riset mendalam hingga teknologi yang dibutuhkan tersedia. Contohnya adalah experiment dmana saya terlibat. Desain eksperimen memerlukan target untuk ditembak dari butanol yang terpolarisasi. Dan akhirnya eksperimen itu tertunda selama 3 tahun sampai ditemukannya teknik untuk mempolarisasi target secara permanen.

****

Pada akhirnya saya cuma ingin mengatakan: “Senang menjadi bagian dari mesin raksasa pembelah atom ini.”

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *