Pelajaran dari Abdus Salam & Nuklir Pakistan

Ada satu artikel menarik di physics today yang saya baca kemarin di kantor pembimbing. Judulnya pakistan’s Nuclear Taj Mahal. Artikel tersebut mengulas bagaimana Pakistan bisa memiliki program Nuklir yang advance, hingga mereka sanggup membuat senjata Nuklir.

Rupanya, program nuklir pakistan diinisiasi salah satunya oleh Abdus Salam. Abdus Salam adalah peraih Nobel Fisika dari Pakistan yang namanya melekat dengan ICTP (International Centre for Theoretical Physics) di trieste, Italia. Abdus Salam menghibahkan hadiah Nobelnya untuk menginisiasi berdirinya ICTP yang tujuannya adalah menjembatani kesenjangan penguasaan Sains antara dunia barat dan timur. Saat ini ICTP memiliki banyak program (diploma dan non diploma) yang ditujukan (diprioritaskan) untuk negara-negara berkembang. Saat upacara penerimaan hadiah Nobel, Abdus Salam memakai pakaian tradisional pakistan dan di pidatonya banyak ia singgung tentang barat dan timur.

Selain ICTP, Abdus Salam juga menggawangi PINSTECH (Pakistan Institute of nuclear science and technology) yang kini menjadi motor penggerak program nuklir pakistan. Yang menarik adalah proses beliau membangun institusi ini.

Awalnya Abdus Salam dkk mengirim 30 anak muda Pakistan untuk mengambil program doctor fisika di UK dan US. Program ini tak sepenuhnya berhasil, karena anak2 muda yang diharapkan belajar Nuclear physics/engineering malah banyak yang akhirnya mengambil High energy dan Solid State Physics.

Setelah itu Ia mengirim 15 orang ke Argonne National Lab di Amerika, dan setelah itu Ia kembali mengirim 60 orang untuk belajar sains dan teknik Nuklir, dan satu fondasi kuat telah berhasil dibangun.

Cerita ini demikian menginspirasi saya, karena sebelum saya baca artikel ini yang ada di kepala saya adalah cerita kebangkitan China yang salah satunya disumbang oleh program beasiswa cuspea. Dari tahun 80an China konsisten mengirim ribuan anak mudanya untuk belajar ke luar negeri. Oleh karena itu, yang nyangkut di kepala saya adalah kita butuh ribuan, bahkan puluhan ribu PhD. Kita butuh ribuan motor perubahan.

Nyatanya Abdus Salam dkk hanya perlu seratusan orang untuk membangun landasan yang kokoh.

Saya senang karena pelan tapi pasti upaya serupa sedang dibangun di Indonesia. Sebagai contoh, Fisika ITB sudah lama membangun kolaborasi dengan banyak mengirim mahasiswa ke Jepang. LIPI secara formal sudah MOU dengan CERN, dan sudah beberapa kali mengirim mahasiswa Indonesia ke CERN. Saya juga dengar dari kawan saya kalau ICTP sedang membangun cabang di Asia tenggara dan lokasi yang dipilih adalah Jakarta . Contoh lainnya adalah program beasiswa LPDP yang setiap tahun menelurkan ratusan PhD baru. Kita patut optimis.

Satu yang tersirat dari artikel di Physics today adalah kepiawaian Abdus Salam dalam melobi guna mendapat dukungan pemerintah dan juga kepiawaian dia dalam membangun jejaring. Dan sosok seperti inilah yang banyak kita butuhkan.

Kita punya banyak intelektual yang sayangnya alergi dengan politik. Padahal (mengutip kata seseorang), negara dibangun oleh intelektual yang memiliki visi politik yang kuat, meski dia tidak harus berpolitik secara praktis. Betul, kebutuhan akan intelektual muda yang memiliki visi politik yang kuat, piawai dalam membangun network merupakan satu keniscayaan.

Mari kita bangun Negara ini kawan

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *